Day 30 : Healing Process of Writing

Eunike
3 min readOct 16, 2020

Saya tidak menyangka bisa sampai juga di hari terakhir pada 30 Day Writing Challenge. Phew. Mengungkapkan sisi personal dan emosional bagi saya tidaklah mudah dan tidak disangka saya bisa melewatinya. Tidak ada yang ingin saya capai pada menyelesaikan tantangan ini. Sama seperti tidak ada yang menyuruh saya melakukan ini. Saya menganggap hal ini sebagai bentuk lain meditasi untuk menghadapi tahun yang penuh perubahan bagi diri saya.

Menuangkan bagaimana perasaan saya ketika saya menulis sedikit rumit, memang. Bagi saya menulis adalah bahasa yang saya lakukan untuk mengurai benang kusut dalam isi kepala saya. Sekitar 2 tahun lalu saya pernah menuliskan alasan saya menulis dan berbagainya disini. Tidak ada alasan pasti, yang jelas saya jatuh cinta pada proses penciptaaan gagasan dan dirangkai untuk kata-kata. Meskipun sejauh ini proses ini saya lakukan untuk diri saya sendiri tanpa teori yang saya ikuti, namun saya menikmati keintiman prosesnya.

Writing and Feeling

Menulis tidak pernah lepas dari mengurai perasaan menjadi serangkai kata kata berirama. Pada setiap tulisan pada tantangan ini saja saya merasakan bentuk emosi yang berbeda, kadang kelegaan lain waktu juga amarah ataupun tangisan. Seperti benang kusut yang terurai begitulah perasaan yang bisa saya gambarkan setiap menulis. Kegelisahan akan isu yang terjadi hingga amarah yang dipendam pada kepala saya yang akhirnya nanti dapat saya lepaskan.

Healing. Mungkin itulah yang saya rasakan pada menulis. Proses menulis adalah proses penyembuhan dan obat untuk diri yang terluka. Pikiran saya yang liar sering membawa saya ke berbagai tempat yang saya terlalu takut untuk sambangi sendiri. Bagi saya, menulis bak seorang kawan yang menemani saya untuk menghadapi ketakutan akan pikiran saya sendiri. Terdengar cringe memang, namun saya yakin ada satu kawan yang kalian ajak dalam menghadapi pikiran terdalam dan tergelap di kepala kalian.

Writing and Feeling. Saya bukanlah seorang manusia perasa yang mudah menuangkan perasaan. Saya pun bukan pemikir yang menggunakan berbagai teori untuk menulis atau melakukan apapun. Saya hanya membiarkan arus pikiran dan kata kata membawa saya untuk menjadi sebuah paragraf. Setiap konsep tulisan di kepala saya hampir semuanya berbeda dengan apa yang saya tuangkan. Karena akhirnya kita hanya dapat membiarkan keajaiban kata kata yang mengambil alih.

Writing for Ourselves

‘Tidak semua orang bisa menulis seperti kamu’ adalah ucapan kawan saya ketika saya menyarankan menulis untuk mengurai permasalahan. Saya tidak menyalahkan karena proses healing setiap orang yang berbeda. Namun, bagi saya semua orang bisa menulis seperti apapun bentuknya. Orang sering salah paham bahwa menulis bermakna buku atau platform sejenisnya. Bahkan menulis agenda atau gratitude journal adalah proses menulis. Proses menulis tidak pernah soal orang lain namun soal diri kita sendiri.

Saya pernah bertemu seorang penulis cukup terkenal di sebuah festival, ia menyebutkan pada acara itu “saya tidak pernah menulis untuk memberi dampak orang lain, tujuan awal saya menulis adalah untuk diri saya sendiri”. Perkataan ia terus terngiang dan mendasari saya untuk mengingatkan tujuan saya menulis. Kita sering berfikir jauh mengenai apa yang orang lain pikirkan atau apakah yang kita lakukan berguna. Sedikit kita lupa, bahwa diri kita lah yang seharusnya menjadi pusat tata surya dari penciptaan tulisan.

Writing is just merely activity we do for ourselves. Kita tidak perlu memberikan definisi berbelit soal menulis. Karena pada akhirnya, menulis berenang atau berlari adalah sebuah aktivitas yang kurang lebih sama. Bagi saya menulis adalah aktivitas penyembuhan, namun bukan berarti hal serupa berlaku pada kalian. Cukup temukan satu atau dua hal yang membuatmu melakukan refleksi akan dirimu dan kehidupan itu sendiri. Temukan sendiri kedamaianmu.

Sebagai penutup, Vincent Van Gogh mengatakan ‘If you hear a voice within you say you cannot paint then by all means paint, and that voice will be silenced’. Saya tidak pernah merasa berhasil atau gagal dalam menulis dan segala hal yang saya lakukan, karena apapun yang saya lakukan tidak dapat dihargai oleh nilai apapun. Mengurai benang kusut kepala saya dan mungkin bisa mewarnai hari kalian sudah lebih dari cukup bagi saya. Dan teruntuk segala hal yang membuatmu ragu dan khawatir, by all means do it. Goodbye until tomorrow, my dear friends. Adios

--

--